How to Make Millions Before Grandma Dies: Cerita Menghangatkan dan Mengharukan tentang Cucu dan Nenek—Nonton Ini Harus Siapin Tisu yang Banyak



Identitas Film

Judul

:

How to Make Millions Before Grandma Dies

Sutradara

:

Pat Boonnitipat

Produser

:

Vanridee Pongsittisak, Jira Maligool

Tanggal rilis

:

4 April 2024 (Thailand), 15 Mei 2024

Rumah produksi

:

Jor Kwang Films

Penulis naskah

:

Pat Boonnitipat, Thodsapon Thiptinnakorn

Durasi tayang

:

2 jam 5 menit

Pemeran

:

Putthipong "Billkin" Assaratanakul, Usha "Taew" Seamkhum, Sarinrat "Jear" Thomas, Sanya "Duu" Kunakorn, Pongsatorn "Phuak" Jongwilas, Himawari Tajiri, Tontawan "Tu" Tantivejakul, Duangporn Oapirat

Genre

:

Potongan kehidupan, komedi, drama keluarga

 

Sinopsis

M (Putthipong "Billkin" Assaratanakul) adalah seorang pemuda pengangguran, yang drop out dari kuliahnya, dan kini menjadi game caster. Seperti kebanyakan anak muda pemalas lainnya, M berharap bisa mendapatkan uang banyak dengan cara mudah. Namun, kenyataan tidak selalu sesuai rencana.

Dia lalu terinspirasi dari sepupunya yang baru saja mendapat warisan besar dari mendiang kakek dari keluarga ayahnya. Sepupunya tersebut adalah yang merawat mendiang kakek mereka di hari-hari terkahirnya, maka sang kakek mewariskan sebagian besar hartanya kepada sepupunya tersebut. Ingin seperti itu juga, M merawat nenek dari keluarga ibunya, yang biasa dipanggil Amah (Usha "Taew" Seamkhum).

Sang nenek yang didiagnosis penyakit mematikan divonis bahwa usianya tidak akan lama lagi. M pun berharap bahwa dengan merawat sang nenek di hari-hari terakhirnya, dia akan mewarisi aset terbesar. Berhasilkah rencana M tersebut, atau dia menemukan hal lain yang lebih berharga?

 

Kelebihan

How to Make Millions Before Grandma Dies merupakan film Thailand yang sangat populer tahun ini. Setelah di awal tahun ada Not Friends (baca reviunya di sini), sekarang ada ini. Tampaknya, film-film Thailand mulai dapat perhatian lebih banyak dan digemari penonton di tanah air ya.

Popularitas How to Make Millions Before Grandma Dies sejalan dengan kualitas film ini. Pada dasarnya, film ini adalah tentang perebutan warisan, sebuah tema yang tidak asing lagi. Ada banyak film dan sinetron di Indonesia yang mengambil tema itu untuk cerita-cerita drama keluarga. Akan tetapi, How to Make Millions Before Grandma Dies tidak seperti itu.

Dalam cerita drama keluarga, ada banyak relasi keluarga yang bisa diangkat, seperti hubungan suami-istri, orang tua-anak, dan kakak-adik, tetapi film ini memilih yang agak unik (setidaknya bagiku), yaitu nenek-cucu. Ini adalah film tentang usaha seorang cucu agar ia mendapatkan warisan terbesar dari neneknya. Kalau kalian berpikir M ini tidak tahu malu, aku pun setuju, tetapi hasil akhirnya akan membuat kalian terharu.

Yang perlu di-highlight dari film ini adalah caranya menampilkan kedekatan dan perkembangan hubungan M dan Amah, neneknya. Di awal, ketika M mulai pindah ke rumah sang nenek untuk merawatnya, penonton akan dibuat tertawa dengan interaksi keduanya. Sebagai contoh, (spoiler alert) adegan beli ikan goreng itu saja cukup membuatku tertawa—lucu banget adegannya. Ada saja cara M mencuri hati Amah, tapi Amah kebal dari segala bujuk rayu M, hahaha.

Akan tetapi, seiring berjalannya film, penonton pasti dapat melihat ada perubahan pada keduanya. Amah jadi lebih lembut kepada M, sedangkan M terlihat mengalami pergeseran motivasi. Hubungan keduanya jadi lebih dekat dan akrab, terlihat begitu hangat dan membuat tersenyum.

Kedekatan hubungan itu diperkuat oleh scoring dan camerawork-nya. Scoring film ini sederhana dan menekankan pada naturalisme, seperti sebagaimana cerita-cerita genre slice of life. Sementara itu, camerawork-nya pun lebih banyak hanya diam menyorot satu sudut tertentu, lalu menangkap interaksi tokoh-tokohnya. Camerawork-nya fokus memperlihatkan percakapan para tokohnya senatural mungkin, yang membuat interaksi mereka terasa lekat. Oleh karena itu, kedekatan M dan Amah dapat lebih terasa—tidak ada dramatisasi, tetapi tetap terasa emosional.

Omong-omong, sebagian besar jalan cerita film ini terinspirasi dari pengalaman sang penulis skrip ketika ia merawat neneknya di masa pandemi COVID-19 dulu. Maka dari itu, tidak heran interaksi M dan Amah terasa begitu membumi dan lekat dengan pengalaman banyak orang. Aku teringat salah satu kalimat yang sangat berkesan dari salah satu tokohnya (kalau tidak salah bunyinya seperti ini): “Yang dibutuhkan orang tua adalah waktu. Waktu dari anak cucunya, tetapi itu yang sulit sekali mereka dapatkan.”

Itu bisa menjadi bahan perenungan bagi kita semua. Seberapa sering kita menjenguk dan menanyakan kabar orang tua kita? Seberapa lama kita menghabiskan waktu dengan orang tua kita ketika kita menjenguknya? Seberapa berkualitasnya waktu itu?

Selain itu, film ini membuatku merenungkan kehidupan para lansia. Mereka sudah sangat tua yang berarti secara fisik mereka sudah tidak lagi sekuat dulu. Mereka telah melihat banyak hal, mengalami banyak hal selama hidup, tetapi dunia di hadapan mereka kini berubah dengan amat cepat, menghilangkan sebagian besar potongan-potongan kecil kenangan dari masa muda mereka. Sebagian besar orang-orang yang mereka kenal sudah tiada, dan mereka pun menunggu giliran mereka. Jika kalian berpikir itu hidup yang depresif, mungkin begitulah kehidupan lansia (meskipun aku yakin tidak semua begitu, dan akan berbeda-beda di level individu ya). Anak dan cucu merekalah yang menjadi sumber keceriaan, tetapi itu pun kadang sulit sekali untuk mereka miliki karena kesibukan anak cucu mereka tersebut. Salah satu kalimat yang diucapkan Amah ketika dia ditanya apakah dirinya kesepian begitu membekas di pikiranku (kalau tidak salah begini bunyinya): “Tidak, aku tidak kesepian. Tapi waktu tahun baru, kalian semua datang dan membawa banyak makanan, lalu besoknya kalian pulang, dan aku harus menghabiskan semua makanan yang tersisa itu sendirian, aku merasa sedih.” Karena merenungkan itu semua, aku jadi makin merindukan nenek kakekku, hehehe.

Baiklah, mari kembali membahas film ini. Sepanjang proses perkembangan hubungan M dan Amah tersebut, ada banyak hal terjadi. Pembuat film sepertinya ingin menunjukkan berbagai hal mengenai nilai keluarga, terutama di Thailand. Meskipun tidak semenonjol relasi M dan Amah, film ini juga menunjukkan relasi Amah dengan anak-anaknya: Kiang (Sanya "Duu" Kunakorn), Chew (Sarinrat "Jear" Thomas), dan Soei (Pongsatorn "Phuak" Jongwilas). Melalui tokoh-tokoh tersebutlah M mengalami perkembangan karkater.

Lebih daripada itu, aku rasa film ini ingin memperlihatkan kompleksitas hubungan keluarga, khususnya keluarga Asia yang terkenal kaku. Film ini memperlihatkan bagaimana Amah memperlakukan keluarganya—ada yang dengan lembut dan ada yang dengan tegas, tetapi semua dia lakukan dengan kasih sayang. Di sisi lain, kita juga melihat bagaimana balasan yang Amah terima—ada yang membalasnya dengan kasih sayang dan pengabdian, ada yang dengan ungkapan kecewa, ada yang dengan pencampakkan, dan ada yang dengan pengkhianatan. Dengan pendekatan film ini yang serba naturalis dan sederhana, kita belajar betapa beragamnya bentuk relasi antaranggota keluarga dan itu tidak selalu indah. What sad is that it is happens in real life.

Setelah banyak hal yang kita lihat sepanjang film, setelah hubungam M dan Amah bertransformasi menjadi lebih akrab dan hangat, kita tiba di penghujung film yang merupakan klimaks cerita. Di 30 menit terakhir, bobot emosi film terus naik sampai pada akhir cerita. Itu adalah akhir yang begitu tear-jerking karena di akhir film semua emosi yang telah dibangun sejak awal ditumpahkan semua. Kalian harus menyiapkan tisu ketika menontonnya ya.

Berikutnya, aku ingin me-highlight ini sebab aku pikir ini penting, dan maaf ini akan spoiler (silakan dilewati jika tidak mau membacanya ya). Ada banyak cerita drama keluarga soal perebutan warisan yang mengangkat perselisihan antara orang tua dan anak. Premis cerita seperti itu tidak jarang kita temukan, baik di film-film lokal maupun luar. Pada film-film tersebut, kebanyakan cerita berakhir dengan rekonsiliasi orang tua dan anak, tetapi ada yang rekonsiliasinya terjadi ketika si orang tua sudah meninggal, sudah terlambat. Aku tidak suka yang seperti itu. Mengapa harus saat sudah begitu terlambat mereka baru berbaikan? Mengapa harus segengsi itu untuk meminta maaf? Akan tetapi, itu tidak terjadi di film ini. (Spoiler alert) proses rekonsiliasi tersebut terjadi ketika Amah masih hidup. Oleh karena itu, aku merasa lebih lega karena Amah dapat pergi tanpa membawa beban, dan anak cucunya dapat melanjutkan hidup dengan lega.

Oh iya, ini di luar reviu, tetapi aku ingin menyampaikan ini. Ada orang-orang yang tidak menyukai film ini, tidak merasa relate dengannya karena tidak suka karakter M yang dari awal sampai akhir tetap pengangguran, tidak ada perkembangan. Aku hargai jika kalian tidak relate dengan itu, karena relate atau tidak adalah pengalaman personal. Namun, aku mungkin ingin mengklarifikasi sedikit: film ini adalah tentang hubungan cucu dan neneknya yang hidupnya tidak lama lagi. Jadi, wajar jika tidak ada adegan yang menampakkan M berubah jadi mencari kerja atau apalah, sebab memang itu bukan fokusnya. Perkembangan karakter yang dialami M adalah perubahan motivasinya merawat Amah, dan mengenai beragamnya relasi antaranggota keluarga. Itulah fokus keseluruhan film.

 

Kelemahan

Aku agak bingung menemukan kelemahan film ini, karena aku rasa jalan ceritanya dari awal sampai akhir bagus sekali. Akan tetapi, jika ditanya apa yang aku kurang suka dari film ini, aku akan menjawab: tidak ada momen yang memperlihatkan interkasi antara anak-anaknya Amah. Menurutku, walaupun fokusnya adalah antara M dan Amah, akan lebih baik jika ada momen anak-anaknya Amah saling berekonsiliasi, mengungkapkan apapun yang terpendam dalam diri mereka.

Selain itu, aku juga sebenarnya ingin lebih banyak melihat adegan Amah dan M mengenang masa lalu, ketika M masih kecil. Tidak perlu dibuat adegan flashback, cukup dengan dialog saja. Menurutku, itu bisa memperkuat keintiman di antara nenek dan cucu tersebut.

 

Kesimpulan

How to Make Millios Before Grandma Dies adalah film yang begitu menghangatkan hati. Film Thailand satu ini memperlihatkan kedekatan hubungan antara cucu dan neneknya dengan begitu lekat dan membumi, banyak orang bisa merasa relate dengannya. Film ini pun dapat menjadi bahan perenungan tentang kehidupan para lansia serta kompleksitas relasi antaranggota keluarga, khususnya dalam konteks ini adalah keluarga etnis Cina Thailand. Meskipun jalan ceritanya masih bisa ditingkatkan lagi, secara keseluruhan film ini sangat bagus. Kalian yang menontonnya akan merasa kangen dengan orang tua, kakek nenek, atau anak cucu kalian. Jadi, skor dariku adalah 9/10 untuk film satu ini. Sekali lagi, kalau mau menonton film ini, sebaiknya kalian menyiapkan tisu yang banyak ya.

Kalian dapat menonton film ini secara streaming di Netflix. Silakan menonton trailer-nya di bawah ini.

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!

Komentar