Spoiler: Sebuah Novel Teenlit Lokal Rasa Drakor tentang Pembunuhan dan Proyektor Film Terkutuk

Identitas Buku Judul : Spoiler Penulis : Lia Nurida Penerbit : Bentang Belia (Bentang Pustaka) Tahun terbit : 2023 Cetakan : I Tebal : 324 halaman Harga : Rp98.000 ISBN : 9786231861184 Genre : Misteri, young adult , low fantasy , thriller   Tentang Penulis Lia Nurida adalah seorang ENFP yang telah memulai karir menulisnya sejak tahun 2012. Selain menulis, wanita yang menyukai kopi, K-Pop, dan kebab ini menghabiskan waktunya untuk mengurus komunitas Expert Class Project, sebuah komunitas menulis, serta klub Manula (Makan Nulis Baca). Dirinya juga kerap menghabiska

The Inheritance Games: Kisah Mystery-Young Adult yang Memikat dan Mendebarkan, Cocok Bagi Penggemar "Knives Out"

Identitas Buku

Judul

:

The Inheritance Games (The Inheritance Games #1)

Penulis

:

Jennifer Lynn Barnes

Penerjemah

:

Rini Nurul Badariah

Penerbit

:

Bentang Pustaka

Tahun terbit

:

2023 (versi orisinal bahasa Inggrisnya terbit pertama kali pada 2020)

Cetakan

:

I

Tebal

:

438 halaman

Harga

:

Rp129.000

ISBN

:

9786231861375

Genre

:

Misteri, young adult

 

Tentang Penulis

Jennifer “Jen” Lynn Barnes lahir di Tulsa, Oklahoma pada 19 Oktober 1984. Di masa mudanya dia pernah menjadi pemandu sorak, pemain voli, penari, debutante, peneliti kognisi primata, model remaja, pecinta buku komik, dan penggemar lemur. Kini, dia adalah seorang istri dan ibu dari tiga orang anak.

Jennifer Lynn Barnes lulus dari SMA pada tahun 2002, lalu melanjutkan pendidikan di jurusan ilmu kognisi Yale University. Dia lulus dengan galar sarjana pada tahun 2006 dan mendapatkan gelar Ph.D.-nya di tahun 2012. Setelah mendapatkan gelar Ph.D. tesebut, dirinya melakukan penelitian tentang autisme di University of Cambridge. Selain itu, Jennyfer Lynn Barnes juga memiliki gelar akademik pada bidang psikologi dan psikiatri. Saat ini, dia adalah salah satu pakar dalam bidang psikologi fandom (kelompok penggemar) dan ilmu kognisi pada fiksi dan imajinasi. Dia bekerja sebagai associate professor di University of Oklahoma tempatnya mengajar psikologi dan penulisan profesional.

Sementara itu, karirnya sebagai penulis sudah dimulai sejak masih sangat muda. Dia menyelesaikan buku pertamanya saat masih SMA—buku yang dia sebut “buku latihan” yang tak akan pernah dibaca siapapun. Sebagai penulis, karir Jennifer Lynn Barnes juga cemerlang. Dia telah menulis banyak buku fiksi young adult dan mendapatkan penghargaan. Beberapa buku karyanya adalah trilogi The Inheritance Games (2020–2022), termasuk buku spin-off-nya: The Brothers Hawthorne (2023); serial Debutantes yang terdiri atas dua buku: Little White Lies (2018) dan Deadly Little Scandal (2019); serial The Fixer yang terdiri atas dua buku: The Fixer (2015) dan The Long Game (2016); dan serial The Naturals (2013–2017). Karya terbarunya, berjudul The Grandest Game, merupakan spin-off dari serial The Inheritance Games yang akan terbit pada 30 Juli 2024 mendatang, dan akan menjadi sebuah serial baru.

             

Sinopsis

Rencana Avery sederhana saja. Dia ingin hidup tenang tanpa keributan sambil bekerja keras demi masa depan yang lebih baik. Dia ingin mewujudkan mimpinya dan ibunya—yang sudah tiada—untuk berkeliling dunia. Maka dari itu, saat ini dia harus memiliki banyak pekerjaan paruh waktu dan belajar agar bisa berkuliah di jurusan aktuaria supaya mendapatkan pekerjaan bagus.

Akan tetapi, seorang miliarder eksentrik yang tak pernah Avery kenal sebelumnya merusak rencana tersebut. Mendiang Tobias Hawthorne—sang miliarder yang baru-baru ini meninggal—secara misterius meminta agar Avery hadir dalam pembacaan wasiatnya. Lebih gila lagi, Tobias Hawthorne mewariskan hampir seluruh hartanya kepada Avery. Hanya satu syaratnya: Avery harus tinggal di Rumah Hawthorne selama satu tahun.

Kini, seluruh mata tertuju kepada Avery. Gadis itu pun terjebak dalam permainan berbahaya dan mematikan bersama keempat cucu laki-laki Hawthorne untuk memecahkan misteri terakhir yang ditinggalkan sang miliarder: mengapa Avery?

 

Kelebihan

Aku tertarik dengan buku ini sebab premisnya mirip dengan salah satu film misteri kesukaanku. Bahkan, materi promosi untuk versi terjemahan bahasa Indonesianya saja menyebutkan kemiripan tersebut dengan terang-terangan. Katanya, The Inheritance Games ini seperti gabungan Knives Out (salah satu film favoritku!) dan One of Us is Lying (belum pernah menonton ataupun membacanya, sorry). Setelah membacanya, aku setuju—iya, ceritanya lumayan mirip dengan Knives Out.

Pertama-tama, aku ingin mengulas gaya narasi Jennifer Lynn Barnes ya, yang menurutku menarik. Jadi, ini adalah buku Jennifer Lynn Barnes yang pertama kali aku baca, dan aku langsung suka dengan gaya narasinya. Kalimat-kalimatnya singkat tapi bermakna, terasa penting—literally singkat, padat, dan jelas. Untuk sebuah cerita misteri seperti ini, ada kesan menarik tersendiri dari gaya narasinya tersebut. Kalimat-kalimatnya terasa penting dan tegas, serta ada kesan menggoda yang membuatmu terus melanjutkan membaca.

Selain kalimat-kalimatnya yang pendek, bab-babnya juga pendek. Jumlah babnya banyak sekali, tetapi tiap bab hanya terdiri atas kurang dari 10 halaman. Itu membantu sekali untuk membuat pembaca tak mau berhenti membalik halaman.

Berikutnya, konflik ceritanya sendiri ternyata memang semenarik itu, meskipun tidak benar-benar mirip Knives Out ya, hanya mirip vibes-nya saja. Aku menikmati alur ceritanya yang begitu mengalir. Seperti yang aku bilang sebelumnya, ada kesan menggoda yang membuatmu akan tertarik untuk membaca kelanjutannya. Misteri utamanya memang bukan berupa pembunuhan atau tindak kriminal, tetapi tetap menggelitik rasa penasaranku. Kamu akan dipancing untuk menduga-duga penjelasan paling masuk akal sampai paling aneh dari pertanyaan mengapa Tobias Hawthorne memilih Avery.

Atau mungkin, misteri utamanya begitu menggoda karena dikemas layaknya sebuah permainan. Diceritakan bahwa Tobias Hawthorne senang bermain puzzle, teka-teki, dan perburuan harta karun dengan keempat cucu laki-lakinya. Dia akan meninggalkan berbagai petunjuk untuk para cucunya selesaikan. Menurut Jameson Hawthorne, salah satu dari keempat cucu Hawthorne, Avery adalah permainan terakhir yang ditinggalkan sang kakek.

Perlahan-lahan, petunjuk bermunculan dan misteri terurai. Permainan yang dilakukan Avery dan Jameson membuatku turut berdebar dan penasaran. Tiap kali mereka menemukan petunjuk baru dan berusaha memecahkannya, aku ikut berpikir seakan mencoba memecahkan misteri itu sendiri. Bagiku, buku ini malah seperti gabungan Legendary karya Stephanie Garber (baca reviunya di sini) dengan Knives Out, hahaha.

Akan tetapi, sebenarnya buku ini terbagi atas beberapa subplot, sehingga di pertengahan kalian mungkin akan merasa vibes permainannya kurang. Namun, setelah aku selesai membacanya, aku tersadar bahwa permainan warisan ini lebih besar dari hanya Avery dan Jameson. Warisannya itu sendirilah permainannya—atau permainannya itu sendirilah warisannya—dan ada banyak pihak yang terlibat dalam permainan tersebut. Beberapa di antara mereka bahkan rela menggunakan cara-cara licik yang akan berbahaya bagi Avery.

Baiklah, sebagaimana yang kukatakan tadi, cerita ini terbagi menjadi beberapa subplot, salah satunya adalah tentang Emily Laughlin. Sejak nama gadis itu disebut, fokus Avery sebagai narator adalah kepadanya, maka kita pun akan diajak mengulik siapa Emily Laughlin dan apa hubungannya dengan keluarga Hawthorne. Bagian inilah yang membuat cerita ini terasa seperti fiksi young adult. Yang menarik adalah meski tak terlihat sama sekali di awal, ternyata misteri mengenai sosok Emily akan menjadi bagian penting untuk memecahkan misteri harta warisan Tobias Hawthorne. Saat akhirnya itu diungkap di akhir, aku terkagum. Jennifer Lynn Barnes cerdas sekali untuk menjalin simpul dari kedua subplot ini dengan cara seperti itu.

Di samping subplot tentang Emily, tentu juga ada subplot tentang Avery sendiri. Aku suka sekali karena buku ini juga menceritakan transisi kehidupan Avery. Upik abu menjadi tuan putri merupakan kisah yang menarik. Kehidupan Avery tidak sama lagi. Aku suka setiap kali Avery terkejut mengetahui aset-aset apa saja yang menjadi miliknya, sebab memang aset-asetnya sebesar itu. Hal itu mempertegas seberapa kayanya Avery saat ini.

Akan tetapi, yang menarik adalah Avery tidak lantas menjadi serakah karena hartanya. Sejak mendapatkan semua harta itu, rasanya tidak ada pikiran Avery untuk menghambur-hamburkannya. Malah, salah satu yang ia pikirkan adalah untuk mendonasikan uang tersebut. Dia bilang bahwa harta sebanyak itu dapat menolong banyak orang, dapat mengubah dunia. Kontras dari itu, (spoiler alert) Tobias Hawthorne, dalam salah satu petunjuk yang dia tinggalkan, mengatakan bahwa uang memberikan kekuasaan dan kekuasaan merusak. Akan tetapi, uang tak merusak Avery; dirinya tetap seperti dulu.

Aku kagum sekali pada sosok gadis tersebut yang malah berpikir menggunakan hartanya untuk menolong orang. Memang, uang yang banyak dapat membiayai bantuan kemanusiaan di negara-negara konflik, bantuan pangan di negara-negara yang tertimpa bencana kelaparan, bantuan air bersih di negara-negara yang kekeringan, juga mereboisasi hutan di negara-negara tropis, dan mendanai riset untuk pengembangan iptek di berbagai bidang, seperti kesehatan dan energi bersih. Ada banyak hal positif yang dapat dilakukan orang dengan harta miliaran, tetapi sayangnya banyak orang kaya justru menjadi korup karena harta mereka. Maka dari itulah aku menyukai Avery yang tetap terpikir untuk mendonasikan hartanya tersebut.

Subplot lainnya adalah mengenai romansanya. Sebenarnya, romansa dalam novel ini tidak terlalu kuat, lebih seperti slow-burn romance. Ditambah lagi, kalau di manga/anime trope seperti ini disebut reverse harem, cerita dengan tokoh utama perempuan dan ada beberapa tokoh laki-laki di sekelilingnya yang memperebutkannya. Dalam kasus ini, para laki-laki yang berada di sekeliling Avery adalah keempat cucu Hawthorne, walaupun hanya dua di antara mereka yang memperebutkan Avery: Grayson dan Jameson.

Yang kusuka dari romansanya ialah ada kesan misterius dan menantang. Maksudku, Avery menceritakan bagaimana Jameson seperti sebuah tanda tanya yang ingin dia selami lebih dalam, seperti sebuah tantangan yang tak bisa ia tolak. I don’t think they will work out, but I’d like to see it. Di sisi lain, aku lebih mendukung Avery-Grayson sebab mereka bisa menjadi enemy-to-lover yang lebih menggemaskan. Hanya saja, Avery menggambarkan hubungan mereka berdua seperti kesalahan yang tak seharusnya dilakukan, keputusan buruk yang tak seharusnya dia buat, tetapi dia tetap penasaran ingin mencobanya.

Terakhir, aku mungkin ingin me-highlight satu tokoh yang lumayan menarik: Libby Grambs, kakaknya Avery. Yang membuatnya menarik adalah dia menggambarkan orang korban kekerasan dalam berpacaran. Baik korban kekekasan dalam rumah tangga maupun dalam berpacaran akan seperti Libby. Mereka cenderung terikat pada pasangan mereka yang kasar dan meyakini ada kebaikan—yang menjustifikasi perbuatan kasarnya—dalam diri pasangan mereka tersebut. Jika kalian terjebak dalam hubungan yang penuh kekerasan, tinggalkanlah hubungan itu dan cari bantuan, jangan memberikan dia kesempatan karena mungkin sekali dia akan melukai orang-orang yang kamu sayangi.

 

Kelemahan

Kelemahan yang paling kurasakan dari buku ini adalah subplot tentang Emily yang mengambil banyak sekali porsi cerita di pertengahan. Sejak namanya disebut cerita lebih fokus padanya ketimbang misteri harta warisan Hawthorne. Di sebagian besar cerita pada pertengahan buku, it was all about Emily, sementara aku lebih ingin tahu tentang misteri harta warisan Hawthorne atau tentang cucu-cucu Hawthorne. Apalagi, Emily adalah tokoh yang amat menyebalkan (silakan baca sendiri agar paham seberapa menyebalkannya Emily).

Sampul versi orisinal bahasa
Inggrisnya

Selain itu, aku sebenarnya berekspektasi bahwa kedua putri Tobias Hawthorne akan melakukan apapun untuk menghentikan Avery menjadi pewaris. Namun, aku merasa peran mereka terlalu kecil dalam buku ini. Memang ada beberapa tindakan mereka yang melakukan upaya pencegahan tersebut, tetapi rasanya kurang. Entahlah, mungkin terlalu banyak hal soal Emily yang harus diceritakan.

Kemudian, aku kurang suka dengan sampul versi terjemahan bahasa Indonesia ini. Aku mengapresiasi desainernya—it is a pretty design. Hanya saja, desain tersebut tidak menangkap keseluruhan kesan yang dimiliki buku ini. Aku lebih suka desain versi orisinal Amerika-nya. Itu terkesan lebih heboh, mewah, dan seperti permainan. Kita dapat menduga isi buku ini tentang apa hanya dari sampulnya tersebut. Do not judge a book by its cover, yes; but a good book with good cover is more attractive.

 

Kesimpulan

The Inheritance Games, yang dikatakan merupakan gabungan Knives Out dan One of Us is Lying, memiliki cerita yang menarik dan memikat. Seperti Knives Out, ia menceritakan gadis miskin yang tiba-tiba menjadi pewaris tunggal seorang miliarder. Misteri dalam buku ini akan membuatmu penasaran dan berdebar, rasanya seperti sebuah permainan. Ditambah lagi, ada bumbu-bumbu romansa cinta segitiga yang mewarnai alurnya. Kalian mungkin akan terombang-ambing antara mendukung Jameson atau Grayson, sebab keduanya sama-sama menawan tetapi terasa seperti kesalahan.

Hanya saja, ada misteri lain yang mengambil porsi cerita terlalu banyak, yaitu tentang sosok Emily Laughlin. Fokus cerita jadi lebih banyak untuknya daripada misteri harta warisan Hawthorne sendiri. Namun, itu akan terbayarkan karena rupanya kedua misteri tersebut bertemu di satu titik, dengan cara yang begitu cerdik. Berkat gaya penulisan Jennifer Lynn Barnes yang singkat dan tegas, kalian akan menikmati alur permainan Avery dan keempat cucu Hawthorne yang seru dan mendebarkan.

Sebenarnya, aku ingin memberikan skor lebih tinggi, tetapi untuk mengantisipasi sekuelnya yang (semoga) lebih seru, aku memberikan skor 7,8/10 untuk buku The Inheritance Games. Aku tidak sabar untuk membaca misteri apa lagi yang akan dipecahkan Avery dan empat cucu Hawthorne di buku The Hawthorne Legacy. 


Selanjutnya (The Hawthorne Legacy)

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!

Komentar