Dua Hati Biru: Sebuah Sekuel yang Lebih Dewasa dan Mendidik (Cocok Ditonton Pasangan yang Ingin Menikah)

Identitas Film Judul : Dua Hati Biru Sutradara : Dinna Jasanti, Gina S. Noer Produser : Chand Parwez Servia, Gina S. Noer, Riza, Sigit Pratama Tanggal rilis : 17 April 2024 Rumah produksi : Starvision, Wahana Kreator Penulis naskah : Gina S. Noer Durasi tayang : 1 jam 46 menit Pemeran : Angga Yunanda, Aisha Nurra Datau, Farrell Rafisqy, Cut Mini Theo, Arswendy Bening Swara, Lulu Tobing, Keanu AGL, Maisha Kanna Genre : Drama keluarga, romantis   Sinopsis Setelah empat tahun berkuliah dan bekerja di Korea, Dara (Aisha Nurra Datau) kembali ke Indonesia demi bisa tinggal bersama suaminya, Bima (Angga Yunanda), dan putranya yang masih kecil, Adam (Farrell Rafisqy). Namun, kedatang

The Secret Life of Walter Mitty: Film Healing yang Imajinatif, Estetis, Inspiratif, dan Adventurous

Identitas Film

Judul

:

The Secret Life of Walter Mitty

Sutradara

:

Ben Stiller

Produser

:

Samuel Goldwyn Jr., John Goldwyn, Stuart Cornfeld, Ben Stiller

Tanggal rilis

:

25 Desember 2013

Rumah produksi

:

Samuel Goldwyn Films, Red Hour Productions, New Line Cinema, TSG Entertainment, Big Screen Productions, Down Productions, Ingenious Media

Penulis naskah

:

Steve Conrad (screenplay), James Thurber (cerpen)

Durasi tayang

:

1 jam 54 menit

Pemeran

:

Ben Stiller, Kristen Wiig, Shirley MacLaine, Adam Scott, Kathryn Hahn, Patton Oswalt

Genre

:

Drama komedi, petualangan

 

Sinopsis

Walter Mitty (Ben Stiller) suka melamun. Dia kerap menahan diri untuk tidak melakukan atau mengucapkan sesuatu. Maka dari itu, sebagai gantinya, dia suka melamun membayangkan skenario seandainya dia menjadi nekat dan tidak menahan diri. Seringkali, skenario dalam khayalannya begitu gila dan absurd. Masalahnya, dia melamun ketika sedang berbicara dengan orang, membuatnya tak mendengarkan percakapan.

Walter sendiri bekerja di sebuah perusahaan majalah cetak, Life. Dia bekerja sebagai manajer aset negatif, yakni divisi yang mengelola film atau negatif foto-foto dari para fotografer majalah. Namun, setelah majalah Life diakuisisi perusahaan lain dan akan dijadikan majalah daring, akan ada pengurangan pegawai besar-besaran. Sebagian besar pegawai akan di-PHK, dan mungkin termasuk Walter.

Namun, ada banyak hal juga yang perlu mereka selesaikan, salah satunya majalah cetak Life edisi terakhir. Sean O’Connell (Sean Penn), sang fotografer yang gemar bertualang dan telah berkontribusi besar terhadap majalah Life, meminta agar foto yang digunakan untuk sampul majalah edisi tersebut adalah foto negatif nomor 25, tetapi foto tersebut tidak ditemukan di mana-mana.

Walter pun memutuskan untuk pergi menyusul Sean O’Connell untuk menanyakannya langsung di mana negatif nomor 25 itu. Akan tetapi, Sean adalah petualang yang selalu berpindah-pindah lokasi, maka akan sulit untuk melacak keberadaannya. Meski begitu, Walter telah membulatkan tekad. Dia pergi menyongsong petualangan gila dan absurd yang selama ini cuma ada dalam khayalannya ketika melamun.


Kelebihan

Ini adalah film yang diadaptasi dari cerita pendek berjudul sama karya James Thurber. Belum pernah kubaca, maka tidak akan kusinggung lebih jauh ya. Untuk filmnya sendiri, menurutku, film ini bagus sekali dan memberikan kesan yang menghangatkan. Lagi-lagi, film drama komedi Amerika bisa sebegitu menghibur dan menginspirasi diriku. Aku jadi teringat perkataan Ika Natassa dalam novel Heartbreak Motel-nya (baca reviunya di sini), bahwa sejatinya film komedi adalah tentang perjalanan sang protagonis menemukan kebahagiaannya sendiri. Seperti itulah kira-kira film ini.

Yang aku suka dari film ini pertama-tama adalah aspek teknisnya. Ben Stiller tidak hanya menjadi pemeran utama, tetapi juga menjadi sutradara film ini. Dia telah melakukan pekerjaan yang sangat hebat untuk kedua posisi tersebut. Aku sangat suka dengan permainan angle kamera di film ini. Beberapa adegan sederhana, seperti adegan berjalan kaki, bisa menjadi begitu menarik dan mengesankan karena diperlihatkan dengan angle kamera yang berbeda. Di samping aspek visual lewat kamera, aspek audio film ini—yakni scoring dan soundtrack—juga disajikan dengan tepat. Bahkan pemilihan soundtrack-nya pun pas dengan ceritanya.

Selain itu, aku juga suka dengan pemilihan lokasi sebagai latar tempatnya. Film ini memiliki latar tempat di berbagai negara, sehingga kita dapat melihat panorama alam berbagai negara tersebut. Aku begitu terpesona dengan pemandangan alam Islandia dan Afghanistan yang dipilih dalam film ini. Cukup jarang film Amerika menggunakan latar tempat di negara tersebut (atau mungkin aku yang kurang banyak nonton film), apalagi dengan treatment yang ditujukan untuk me-highlight keindahan alamnya; afterall, Afganistan adalah negara konflik yang lebih sering diperlihatkan soal perangnya daripada keindahan alamnya. Kemudian, latar tempat serta treatment yang digunakannya tersebut entah bagaimana bisa memperlihatkan kesan yang lebih adventurous, memperkuat kesan kontras antara kehidupan Walter selama ini dengan yang sedang dia jalani saat itu.

Di samping permainan angle kamera dan latar tempat, yang aku suka dari aspek teknis film ini adalah transisinya. Transisi antara skenario nyata ke skenario khayalan Walter, atau sebaliknya, ditampilkan dengan mulus. (Spoiler alert) adegan ketika Walter mengkhayalkan dirinya sebagai seorang pendaki gunung yang tiba-tiba muncul di kantor itu keren banget—sangat mulus transisinya dan efek visualnya. Dan omong-omong soal efek visual, aku harus mengapresiasinya juga untuk adegan-adegan khayalan Walter lainnya yang lebih absurd dan gokil, seperti (spoiler alert) adegan ketika dia mengkhayalkan berebut mainan. Aku suka karena film ini bisa menyampaikan seberapa gila imajinasi Walter dengan sangat baik, dan mampu mentransisikan antara khayalan dan realitas tersebut dengan baik.

Omong-omong, film ini juga memiliki sedikit elemen romansa. Walter sedang suka dengan rekan kerjanya yang masih baru, Cheryl Melhoff (Kristen Wiig). Memang romansa mereka bukan menjadi poin utama filmnya, malah hanya terasa sebagai pemanis cerita, tetapi itu berhasil. Disajikan dengan porsi dan chemistry yang pas serta terkesan dewasa, penampilan mereka berdua mampu mencuri perhatian. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk mendukung mereka.

Kemudian, bagian paling aku suka dari keseluruhan filmnya: pembelajaran yang disampaikannya. Film ini terutama ingin memberi tahu kita agar menjalani hidup sebaik-baiknya. Salah satunya adalah lewat moto majalah Life itu sendiri. Bahkan, di beberapa adegan, moto ini ditampilkan di latar film berulang kali, dengan cara keren yang bisa menyorot keindahan latar serta motonya itu sendiri. Berikut adalah moto majalah Life:

To see the world, things dangerous to come to,

To see behind the walls, draw closer,

To find each other, and to feel

That is the purpose of life.

Moto tersebut adalah salah satu best quotes dalam film—sesuai sekali dengan isi filmnya.

Itulah pesan yang paling kuat dari film ini. Walter mulanya tidak berani bertindak dan selalu menahan diri, tetapi dia mengimajinasikan situasi jika dia tidak menahan diri. Dia sering sekali tersesat dalam khayalannya. Namun, petualangannya mendorongnya untuk berhenti berkhayal dan mengambil aksi. Daripada hanya hidup dalam khayalan, lebih baik menjalani hidup yang sebenarnya dengan sebaik-baiknya. Rupanya, Walter mampu melakukan hal-hal segila yang biasanya dia khayalkan. Itu sangat keren dan menginspirasi bagiku.

Terakhir, tentu adalah penutup film ini. Adegan penutup yang sederhana dan romantis antara Walter dan Cheryl sepertinya pas untuk mengakhiri kisah ini. Ditambah lagi, saat akhirnya diungkap foto dari negatif yang hilang itu, yang ingin dijadikan sampul edisi terakhir majalah Life, aku jadi merasa emosional. Itu kejutan yang terasa dalam dan personal bagi para pekerja majalah Life, penghargaan yang indah sekali—terutama bagi Walter.

 

Kelemahan

Sebenarnya, tidak ada kelemahan yang berarti dari film ini. Secara keseluruhan, cerita dan teknisnya sudah bagus. Mungkin yang kurang dari film ini adalah rasa atau feel-nya. Petualangan Walter memang indah di mata dan inspiratif, tetapi secara emosi belum terlalu mengena. Kemudian, komedi film ini terasa biasa saja—tidak buruk, tapi tidak sampai membuat tertawa ngakak. Kalau kalian ingin menonton film komedi untuk membuat kalian tertawa terbahak-bahak, film ini rasanya bukan pilihan yang tepat.

 

Kesimpulan

The Secret Life of Walter Mitty adalah sebuah film drama komedi-petualangan yang indah dan inspiratif. Film ini memiliki aspek teknis yang bagus sehingga mampu menyajikan cerita seindah itu. Pemilihan latar tempatnya pas, mampu memanjakan mata penonton dengan panorama indah berbagai negara. Permainan angle kamera, scoring, serta soundtrack-nya pun sesuai dan asyik. Walau emosi dan komedinya belum maksimal, film ini mampu memperlihatkan perjalanan transformasi protagonisnya dari seorang pria yang takut dan ragu-ragu menjadi pria yang pemberani, tegas, dan charming. Skor untuk film ini kuberikan 9/10. Ini adalah film yang cocok untuk ditonton siapapun dan bisa menjadi pilihan yang tepat untuk healing. 

Kalian dapat menonton The Secret Life of Walter Mitty di Disney+ Hotstar dan Netflix. Silakan tonton trailer filmnya di bawah ini.

***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 

Komentar