Identitas Buku
 
  | 
   Judul 
   | 
  
   : 
   | 
  
   Yellowface 
   | 
 
 
  | 
   Penulis 
   | 
  
   : 
   | 
  
   R. F. Kuang 
   | 
 
 
  | 
   Penerjemah 
   | 
  
   : 
   | 
  
   Poppy D. Chusfani 
   | 
 
 
  | 
   Penerbit 
   | 
  
   : 
   | 
  
   PT Gramedia Pustaka
  Utama 
   | 
 
 
  | 
   Tahun terbit 
   | 
  
   : 
   | 
  
   2023 
   | 
 
 
  | 
   Cetakan 
   | 
  
   : 
   | 
  
   I 
   | 
 
 
  | 
   Tebal 
   | 
  
   : 
   | 
  
   336 halaman 
   | 
 
 
  | 
   ISBN 
   | 
  
   : 
   | 
  
   9786020672793 
   | 
 
 
  | 
   Genre 
   | 
  
   : 
   | 
  
   Fiksi kontemporer, thriller,
  satir 
   | 
 
 
Tentang Penulis
R. F. Kuang adalah penulis Amerika Serikat yang lahir di
Guangzhou, Tiongkok. Dia dan keluarganya pindah ke Amerika Serikat ketika dia
berusia empat tahun. Ayahnya besar di provinsi Hunan, Tiongkok dan ibunya besar
di provinsi Hainan, Tiongkok. Keluarga ayahnya merasakan langsung pendudukan
Jepang di Hunan pada masa Perang Dunia II. Dari sejarah keluarganya tersebutlah
dia menarik inspirasi untuk buku-bukunya.
R. F. Kuang mempelajari sinologi atau studi tentang
Tiongkok di Universitas Cambridge dan Oxford dengan dana beasiswa Marshall. Di tahun
2025, dia sedang menyelesaikan program Ph.D-nya di Universitas Yale.
Sementara itu, kariernya sebagai penulis dimulai dengan buku The
Poppy War yang terbit pada tahun 2018. Buku bertema fantasi-militer
Tiongkok tersebut mendapat respons positif dari kritikus dan pembaca di
berbagai negara. Kemudian, dua sekuelnya, yaitu The Dragon Republic dan The
Burning God terbit pada tahun 2019 dan 2020, dan berhasil mengulang
kesuksesan pendahulu mereka.
Setelah itu, R. F. Kuang menulis novel stand-alone
yang berjudul Babel, yang terbit pada tahun 2022. Novel tersebut menjadi
phenomenal dan menuai banyak pujian karena muatan kritik cerdasnya
terhadap relasi antara politik, kolonialisme, dan bahasa. Akan tetapi, bukunya
tersebut dikeluarkan dari Penghargaan Hugo tahun 2023, bersama buku Iron
Widow (2021) karya Xiran Jay Zhao, seorang penulis Kanada-Tionghoa. Peristiwa
tersebut justru membuat dirinya dibanjiri dukungan penggemar.
Kemudian, buku selanjutnya yang dia tulis adalah Yellowface,
yang terbit pada 2023. Buku ini mendapat pujian karena berani mengkritik dunia
industri penerbitan buku di Amerika Serikat serta mengangkat isu representasi
keberagaman.
Sepanjang kariernya sebagai penulis, R. F. Kuang telah memperoleh
banyak penghargaan. Buku The Poppy War memenangkan Penghargaan Cromptoon
Crook dan Penghargaan Crawford pada tahun 2019.  Kemudian, pada tahun 2020, R. F. Kuang mendapatkan
Astounding
Award untuk Penulis Baru Terbaik.
Adapun buku Babel memenangkan Penghargaan Nebula pada tahun 2022 dan
Penghargaan Alex, Penghargaan British Book, serta Penghargaan Locus pada tahun
2023. Sementara itu, buku Yellowface sukses memenangkan Penghargaan Foyles
Book of the Year, Goodreads Choice Award, Pengharggan Buku Libby,
dan Penghargaan New England Book pada tahun 2023 serta Penghargaan American
Book, Penghargaan British Book, dan Penghargaan Indie Book di Britania Raya
pada tahun 2024. 
Buku terbarunya berjudul Katabasis yang terbit pada
tahun 2025. Ia menulis buku ini sambil menyelesaikan Ph.D-nya. Ceritanya adalah
tentang dua mahasiswa Ph.D sakti yang bepergian ke neraka untuk menyelamatkan
jiwa-jiwa pembimbing mereka agar mereka bisa mendapatkan surat rekomendasi
pekerjaan. Seperti buku-bukunya yang lain, Katabasis mendapat respons
yang begitu positif dan selalu menjadi buku paling laku di toko-toko buku.
 
Sinopsis
June Hayward dan Athena Liu adalah teman sewaktu kuliah.
Keduanya sama-sama menjadi penulis dan buku debut mereka terbit di tahun yang
sama. Namun, nasib karier mereka berbeda. Athena yang seorang keturunan etnis
Tionghoa menjadi penulis top yang telah menulis beberapa buku dan memenangkan
banyak penghargaan, sementara June yang seorang kulit putih hanya pernah
menulis satu buku dan itupun tidak laku.
Walau mereka masih suka hang out bersama, June iri
pada pencapaian Athena. Ketika keduanya sedang hang out di apartemen
Athena, Athena memperlihatkan manuskrip buku terbarunya kepada June. Sebuah
buku tentang kisah para serdadu bayaran dari Cina yang turut berpartisipasi
dalam Perang Dunia I. Belum ada orang lain yang mengetahui tentang rencana buku
terbarunya tersebut, kecuali June. 
Kemudian, sebuah kejadian mengejutkan terjadi. Athena
meninggal mendadak karena kecelakaan di depan mata June. Setelah itu, June
malah mengambil manuskrip buku terbarunya Athena, lalu menyempurnakannya dan menerbitkannya
sebagai karyanya. Buku tersebut ternyata menjadi best-seller. Pihak
penerbit lalu mengubah citra June Hayward menjadi Juniper Song yang kini
mendaki tangga kesuksesan di dunia kepenulisan. Apa yang dahulu dirasakan
Athena, kini ia rasakan.
Akan tetapi, bagaimanapun juga, June tidak bisa lepas dari
bayang-bayang Athena. Ketika kecurigaan terhadap orisinalitas karyanya
bermunculan, June menjadi tidak tenang. Segalanya akan sirna jika ada satu orang
saja yang tahu tentang kebohongannya. Sejauh apa June akan bertindak demi
mempertahankan apa yang ia pikir layak ia dapatkan?
 
Kelebihan
Ini adalah buku karya R. F. Kuang pertama yang kubaca.
Sebelumnya, aku sudah pernah mendengar namanya dan sering melihat reviu positif
terhadap buku-bukunya, termasuk Yellowface. Maka dari itu, aku
berekspektasi cukup tinggi terhadap buku ini. Rupanya, tidak mengecewakan. R.
F. Kuang benar-benar memasak di buku ini. Dari awal sampai akhir, aku merasa
puas sekali dengan ceritanya.
Di dalam buku ini, ia membocorkan sisi gelap dunia penerbitan
dan kepenulisan di Amerika Serikat—yang mungkin sampai batasan tertentu, relatable
dengan dunia penerbitan dan kepenulisan di Indonesia. Ada banyak isu yang
dilontarkan oleh R. F. Kuang melalui karakter June. Apakah penerbit benar-benar
peduli pada representasi atau keterwakilan keberagaman etnis dan budaya?
Ataukah itu sekadar strategi marketing belaka? Apakah seseorang dari
etnis tertentu pantas menulis cerita tentang etnis lain, sekalipun ia telah
melakukan riset yang serius? Apakah ada perbedaan perlakuan antara tiap
penulis? Bagaimana bisa ada penulis yang bukunya laku keras dan yang sebaliknya?
Apakah label buku best-seller itu benar-benar karena karyanya bagus dan
laku di pasar, atau karena memang sudah diatur? Dan masih ada banyak pertanyaan
lain yang muncul di buku ini.
Salah satu isu yang muncul di buku ini yang kusuka sekali
adalah masalah representasi atau keterwakilan. Bagi siapapun yang mengikuti
budaya pop global beberapa tahun ke belakang pasti menyadari bahwa ada
perkembangan dalam hal representasi keberagaman dalam film, buku, musik, dan
lain sebagainya. Misalnya di dunia film, banyak film yang penokohannya lebih
beragam, seperiti menampilkan tokoh dari beragam etnis, gender, orientasi
seksual, kepercayaan, hingga kepercayaan. Sementara di dunia perbukuan juga
begitu, dan sekarang ada lebih banyak buku-buku dari penulis yang latar
belakangnya juga beragam. Itu adalah bentuk dari kampanye representasi
keberagaman agar kisah-kisah dari beragam etnis, gender, orientasi seksual, dan
kepercayaan dapat dikenal masyarakat.
Jika kalian suka membaca buku, mungkin kalian menyadari bahwa
banyak buku best-seller yang mengangkat kisah dari etnis-etnis Asia,
Afrika, pribumi Amerika, dan lain sebagainya. Di dalam buku Yellowface,
itu diperlihatkan dari karakter Athena Liu yang seorang keturunan Tionghoa. Dia
menulis buku-buku yang terinspirasi dari budaya dan sejarah leluhurnya, dan
buku-buku tersebut laku. Di sisi lain, June yang seorang wanita kulit putih
menulis buku tentang trauma masa kecilnya, tetapi nasib bukunya tidak sama
dengan Athena. Potret tersebut adalah satir terhadap kampanye keberagaman tadi.
Padahal pada kenyataannya, buku-buku karya penulis kulit
putih masih lebih banyak daripada buku-buku karya penulis etnis-etnis lainnya.
Buku-buku karya penulis kulit putih juga masih lebih laku keras secara global
kok, seperti Harry Potter karya J. K. Rowling, The Hunger Games karya
Suzanne Collins, The Lord of the Rings karya J. R. R. Tolkien, dan lain
sebagainya. Bukan bermaksud bilang bahwa buku-buku karya penulis kulit putih
itu jelek atau tidak pantas mendapat ketenaran, hanya saja rasa iri yang
dirasakan June terhadap Athena karena melihat bahwa kesuksesan Athena semata
karena dia seorang etnis Tionghoa itu tidak berdasar. 
Dari kampanye keberagaman tersebut, R. F. Kuang kemudian
mulai menyindir tentang rasisme dalam dunia penerbitan dan kepenulisan. Melalui
pengalaman June, R. F. Kuang menunjukkan bahwa ada perbedaan perlakuan antara
penulis kulit putih dan penulis kulit berwarna, serta bahwa kampanye
keberagaman seringkali hanya menjadi strategi pemasaran, tanpa ada kepedulian
yang serius dari pihak penerbit. Penerbit mungkin memberikan kesempatan pada
penulis dari etnis minoritas agar bukunya dapat terbit, tetapi bukan berarti ia
peduli pada keberagaman tersebut, melainkan karena itu bagus untuk citra
perusahaan. Bahkan, tak jarang materi keberagaman ini dieksploitasi sebagai
materi pemasaran, meski belum tentu isi ceritanya benar-benar tentang itu. Aku
sendiri pernah membaca buku yang seperti itu, di promosinya dibilang tentang
representasi apa, tetapi setelah kubaca aku tidak menemukan soal itu sama
sekali.
Selain itu, isu representasi keberagaman lainnya yang
diangkat oleh R. F. Kuang dalam buku ini adalah bagaimana jika seseorang dari
suatu etnis menulis cerita tentang etnis lain setelah ia melakukan riset serius
dan mendalam? Apakah penulis tersebut patut melakukannya? Apakah karyanya masih
bisa disebut representatif, dengan asumsi telah melalui proof-reading dari
berbagai pihak, termasuk perwakilan dari etnis yang ia tulis?
Percaya atau tidak, permasalahan tersebut sungguhan ada di
dalam dunia kepenulisan. Misalnya, bagaimana jika laki-laki menuliskan buku
tentang perempuan? Apakah hasilnya akan orisinal mewakili suara kaum perempuan
atau sekadar menjadi mansplaining
yang didasari stigma dan stereotipe?
Meskipun June bukan orang Tionghoa, ia tetap melanjutkan buku karya Athena. Ia
mengembangkan kembali manuskrip awal Athena hingga menjadi karyanya ‘sendiri’
dan untuk itu, dia melakukan riset serius dengan membaca banyak literatur
tentang serdadu bayaran Cina pada masa Perang Dunia I. Apakah tindakan June
masih etis atau itu sudah menjadi eksploitasi terhadap sejarah dan kebudayaan etnis
lain?
Aku suka sekali dengan isu tersebut dan aku juga suka karena R. F. Kuang tak
memberikan jawaban konkret kepada pembaca. Ia sepertinya membiarkan pembaca
menentukan sendiri jawaban yang paling tepat itu apa.
Oh, hampir lupa. Judul buku ini, Yellowface, berarti
sebuah cara merias wajah pada pementasan teater yang membuat wajah aktor kulit
putih menjadi kekuningan seperti orang-orang Asia Timur. Atau bisa dimaknai
sebagai usaha orang-orang kulit putih supaya dikira orang Asia Timur. Itu
persis June lakukan—jadi semakin menarik kan judulnya? Namun, kembali ke
pertanyaan di atas, apakah secara etika itu pantas dilakukan?
Kritik lain yang disampaikan R. F. Kuang melalui buku ini
adalah tentang para pembaca buku serta lingkungan media sosial tempat mereka
kerap melontarkan pendapat mereka. Zaman sekarang, sudah banyak akun-akun
medsos yang khusus untuk mengulas buku, entah itu bookstagram, booktube,
booktok, dan lain sebagainya. Dalam mengulas suatu buku, seringkali mereka
menggunakan bahasa yang terlalu kasar hingga terasa berlebihan. Percaya tidak
percaya, itu memengaruhi calon pembaca lainnya untuk tidak membaca buku
tersebut. Bagi para penulis baru, jika buku mereka diulas buruk seperti itu,
itu dapat menjadi vonis bahwa mereka telah gagal.
Tak hanya itu, R. F. Kuang juga mengkritik bahwa akun-akun
yang seperti itu, seringkali hanya sekadar cari perhatian dan sensasi supaya
mereka juga di-notice. Demi mendapatkan engagement besar di
medsos, mereka biasanya turut menyiram bensin ke api ketika ada isu yang sedang
ramai. Biasanya mereka akan sok bijak dengan menggunakan embel-embel “untuk
jadi pembelajaran”, “biar tidak terulang lagi”, “penting untuk diketahui semua
orang”, dan lain sebagainya. Orang-orang seperti itu senang berpartisipasi
melihat orang lain jatuh di medsos karena mereka mendapat perhatian dan
validasi, dan bagi mereka, kemalangan orang tak lebih dari sebuah unggahan yang
bisa di-swipe jika tak ingin dilihat.
Kemudian, aku suka sekali dengan gaya narasi R. F. Kuang.
Buku ini ditulis seperti diary atau buku hariannya June. Melalui sudut
pandangnya, kita akan melihat berbagai hal yang dia alami dan hadapi serta hal
yang dia pikirkan. Sedari awal, terasa sekali betapa dia iri pada Athena, lalu
setelah dirinya menjadi “Athena” terasa sekali pula betapa dia merasa semua itu
pantas ia dapatkan, walaupun logikanya ngaco. 
  | 
Sampul Yellowface edisi US dan UK | 
Namun, yang menarik ialah gaya narasinya membuatku menyukai
June dan selalu penasaran dengan apa yang akan ia lakukan. Aku tahu bahwa June
bukanlah tipe protagonis yang berhati baik—she’s
completely a morally gray character—tetapi aku invested padanya.
Lagipula, tak selalu June tampak buruk dan egois, ada momen-momen dia tulus
berbuat baik. Seiring cerita berjalan, kita pun diajak untuk melihat beragam sisi
lain June, mulai dari awal kariernya sebagai penulis yang tak berjalan
baik—yang membuatku kasihan pada banyak penulis baru di luar sana; persahabatannya
dengan Athena—yang ternyata mengungkap bahwa Athena sendiri bukan orang baik;
dan trauma masa kecilnya—yang aku pikir relatable bagi beberapa orang.
Aku terkadang berpikir bahwa dia adalah penulis yang bagus, tetapi tak mendapat
kesempatan atau tak memiliki lingkungan yang suportif saja.
Kelebihan terakhir dari buku ini adalah sampulnya! Sampul
yang versi bahasa Indonesia terlihat cantik banget! Dan itu sangat
menggambarkan judul dan isi bukunya. Jika dibandingkan dengan versi Amerika
Serikat dan Inggrisnya, tentu jauh banget. Terima kasih pada seniman-seniman
luar biasa di Indonesia yang telah membuat sampul-sampul cantik untuk
buku-bukuku, hehehe.
 
Kelemahan
Untuk kelemahan buku ini, sebenarnya tak terlalu terasa sih.
Salah satu yang aku sadari adalah ada beberapa hal dalam buku ini yang tak
terselesaikan dan tak diungkit lagi. Contohnya, tentang penawaran adaptasi film
atas bukunya June. Itu hanya sekali dimunculkan, tapi tak ada kelanjutannya.
Namun sejujurnya, itu tertutupi dengan narasi dan alur ceritanya yang nagih.
 
Kesimpulan
Yellowface adalah novel yang asyik dan
menyenangkan bagi kalian yang suka gosip. Gaya narasi buku ini begitu julid
dengan membeberkan berbagai sisi gelap dunia penerbitan dan kepenulisan.
Bahkan, lebih dari itu, buku ini menyinggung persoalan representasi keberagaman,
eksploitasi budaya etnis lain, rasisme dan rasisme terbalik, serta perundungan
di media sosial. Meskipun isu-isunya berat, R. F. Kuang berhasil menyajikannya
dengan cara yang menghibur, tetapi tetap pedas. Walaupun ada beberapa bagian
cerita yang seperti tak diselesaikan, itu tidak mengganggu keseluruhan
ceritanya.
Selain itu, penokohan June dan Athena juga dibuat begitu
menarik untuk diikuti. Tidak ada yang 100 persen baik atau jahat. Ada
momen-momen yang akan membuat kalian memutar bola mata melihat kelakuan June,
dan ada momen-momen ketika kalian akan bersimpati padanya. Di sisi lain, kalian
mungkin akan sedikit terkejut saat mengetahui seperti apa Athena yang
sebenarnya. Namun yang pasti, melalui karakter June, kita dapat melihat
bagaimana dunia industri buku tidaklah seindah yang dibayangkan. Banyak penulis
bernasib malang seperti June di awal karier mereka. Dan buku ini, menjadi
sebuah kritik yang tepat untuk permasalahan tersebut. Skorku untuk buku ini
adalah 9/10, karena aku menikmati sekali ceritanya. Buku ini sangat kurekomendasikan
kepada kalian yang suka membaca buku dan menulis buku.
 ***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 
 
 Protagonis adalah sebutan untuk tokoh utama dalam suatu cerita.
Protagonis tidak harus selalu berwatak baik hati dan positif; mereka bisa
bermoral buruk. 
 
Komentar
Posting Komentar