The Storm Runner: Gabungan The Lightning Thief, The Red Pyramid, dan Diary of A Wimpy Kid versi Mitologi Maya

Identitas Buku Judul : The Storm Runner (The Storm Runner #1) Penulis : J. C. Cervantes Penerbit : Disney Hyperion Tahun terbit : 2019 Cetakan : I Tebal : 426 halaman Harga : Rp167.000,- ( softcover ); Rp294.000,- ( hardcover ) ISBN : 9781368023603 Genre : High fantasy , fantasi urban , mitologi, petualangan, coming of age , middle grade   Tentang Penulis J. C. Cervantes atau juga dikenal dengan nama Jennifer Cervantes adalah seorang penulis New York Times best-selling . Dia tumbuh besar di San Diego, California, dekat dengan perbatasan Tijuana. Di sanalah diriny

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film: Sebuah Gebrakan Kreatif dan Menyenangkan dari Film Romcom Tanah Air

Identitas Film

Judul

:

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

Sutradara

:

Yandy Laurens

Produser

:

Ernest Prakarsa, Suryana Paramita

Tanggal rilis

:

30 November 2023

Rumah produksi

:

Imajinari, Jagartha, Trinity Entertainment, Cerita Films

Penulis naskah

:

Yandy Laurens

Durasi tayang

:

1 jam 58 menit

Pemeran

:

Ringgo Agus Rahman, Nirina Zubir, Alex Abbad, Dion Wiyoko, Sheila Dara, Julie Estelle

Genre

:

Komedi romantis, satir

 

Sinopsis

Bagus Rahmat (Ringgo Agus Rahman) akhirnya mendapatkan kesempatan menulis skrip film orisinalnya sendiri, setelah selama ini menulis skrip film adaptasi. Dia ingin menjadikan film orisinal pertamanya terasa personal, maka dia menjadikan wanita yang sedang dia suka sebagai inspirasi—namanya Hana (Nirina Zubir).

Bagus ingin menulis film tentang seorang penulis skrip yang sedang menulis film mengenai kisah cintanya. Bagus sengaja membuat kisah cintanya sendiri menjadi skrip dengan maksud membuat Hana terkesan ketika akhirnya film itu tayang dan dia nanti menyatakan cintanya.

Di sisi lain, Hana masih berduka setelah ditinggal sang suami dan sepertinya dia tidak akan siap untuk memulai hubungan baru lagi. Oleh karena itulah Bagus ragu untuk bercerita kepada Hana tentang ide skrip filmnya. Namun tetap saja, Bagus yakin waktu akan menyembuhkan duka Hana hingga akhirnya dia siap membuka hati untuk Bagus.

Akan tetapi, bagaimana jika Hana tidak sengaja membaca skrip film tersebut? Masihkah ada kesempatan bagi hubungan Bagus dan Hana agar happy ending?

 

Kelebihan

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film harus aku akui adalah sebuah film dengan cerita yang out of the box. Begitu kreatif. Begitu emosional. Begitu menghibur. Lapisan emosi yang ingin ditunjukkan film ini ada banyak sekali. Itu menjadikannya salah satu film Indonesia terbaik yang patut kalian tonton.

Kalau kalian membaca premis ceritanya, kalian pasti tahu bahwa ini adalah film di dalam film di dalam film. Hal itu sendiri bahkan sudah di-tease di posternya. Itu sesuatu yang tak terbayangkan olehku. Dari awal sampai akhir, aku terus-menerus berpikir, “Kok kepikiran sih bikin film kayak begini?”

Film seperti ini disebut metacinema, yang merupakan teknik pembuatan film yang menginformasikan kepada penonton bahwa apa yang mereka saksikan itu fiksi. Jadi, si tokoh-tokohnya ini sadar bahwa mereka bagian dari sebuah film. Menariknya ialah di satu sisi, film ini adalah metacinema, tapi di sisi lain, film ini juga bukan metacinema. Seperti kombinasi, mungkin? Pokoknya keren banget.

Penokohannya juga menarik. Tokoh Bagus yang biasa dipanggil Gus diperankan oleh Ringgo Agus dan tokoh Hana yang biasa dipanggil Na diperankan oleh Nirina. Lihat, ‘kan? Penamaannya saja sengaja dibuat mirip dengan nama asli pemerannya. Kemudian, tokoh pendukungnya juga sengaja didesain serupa, seperti Dion Wiyoko dan Julie Estelle yang berperan sebagai diri mereka sendiri. Yang berbeda cuma Sheila Dara yang berperan sebagai Cheline, istrinya Dion Wiyoko. Itupun ternyata nama tokoh Cheline memiliki asal-usul yang unik (silakan cari tahu di internet, hahaha).

Selain penamaan tokohnya, pemilihan pemeran utamanya pun tepat sekali. Ringgo Agus Rahman dan Nirina Zubir sudah pernah dipertemukan di film Keluarga Cemara (2018) dan Keluarga Cemara 2 (2022), maka sepantasnya chemistry keduanya oke banget. Selain itu, kualitas akting mereka juga bagus sekali, apalagi aktingnya Nirina Zubir. Nirina Zubir mampu menggambarkan perasaan duka Hana yang ditinggal suami. Aku ikut terenyuh ketika melihat tatapan mata sedihnya Hana.

Kemudian, hal unik lain dari film ini adalah filmnya hitam putih. Rupanya, hitam putih ini bukan sekadar untuk estetika loh. Dengan membuat film ini menjadi hitam putih, ada berbagai perasaan unik yang aku rasakan dari filmnya. Seandainya film ini tidak hitam putih, mungkin kesannya akan berbeda—dan mungkin, memang akan lebih bagus kalau dia hitam putih. Selain itu, di akhir akan diungkap mengapa filmnya harus hitam putih. Ketika itu diungkap, wah… aku syok banget dan lagi-lagi berpikir, “Kok kepikiran bikin sih film kayak begini?”, hahaha.

Omong-omong soal teknik hitam putihnya, ada adegan yang cukup berkesan buatku. Jadi, (spoiler alert) ada adegan ketika Bagus dan Hana sedang berbelanja bunga di pasar bunga. Aku sempat geregetan karena filmnya hitam putih, padahal latarnya pasar bunga yang seharusnya menampilkan bunga berwarna-warni. Namun, di adegan itu juga Bagus bilang bahwa filmnya akan menarik ketika latarnya banyak bunga warna-warni, eh tapi film hitam putih. Aku jadi merasa agak disindir, hahaha. Heran deh heran mengapa terpikirkan untuk menempatkan dialog seperti itu, hahaha.

Sindiran-sindiran lainnya mengenai film pun dilontarkan dalam film ini. Film ini menyindir gimmick pada gala premiere, masyarakat yang menonton film di platform ilegal, film-film remake tapi tidak sebagus orisinalnya, penonton Indonesia yang tidak bisa menikmati film “bertema berat”, film sukses yang tiba-tiba dibikin sekuel, reviu film yang diplomatis dan terkesan tak jujur, adegan-adegan heboh dan dramatis di film-film romantis, dan lain sebagainya. Ada banyak sekali sindiran yang biasa menjadi keresahan para penikmat film diutarakan dalam film ini. In a way, adanya sindiran-sindiran tersebut menjadikan film ini terasa realistis sebab mewakili keresahan banyak pecinta film.

Oh iya, film ini pun seperti berusaha mengedukasi penonton tentang pembuatan film loh. Melalui profesi Bagus yang seorang penulis film, penonton dapat melihat proses pembuatan film, beserta lika-likunya. Mulai dari proses negosiasi dengan produser, penulisan naskah, sampai syuting pun diperlihatkan. Ada juga beberapa penjelasan mengenai film, seperti teknik narasi delapan sekuens. Menurutku, pembuat film ini seperti ingin mengedukasi para penonton mengenai film itu sendiri—sebuah pendekatan menarik. Dengan begitu, seharusnya penonton awam maupun penonton yang memang penikmat film dapat menikmati film ini.

Aku juga menyukai teknis film ini. Ada beberapa shot yang ditampilkan dengan keren. Salah satunya adalah (spoiler alert) adegan split screen yang menampilkan Bagus dan Hana secara paralel. Adegannya itu sederhana, tapi terasa banget emosi yang sedang terjadi—dan lagi-lagi itu dibantu juga dengan hitam putihnya. Selain itu, (spoiler alert) aku suka banget adegan Cheline dan ide-ide anehnya sewaktu dia, Bagus, dan Dion pergi ke rumah Hana baik motor galon, hahaha. Kerennya adalah semua ide Cheline, langsung diwujudkan; apalagi idenya makin lama, makin gokil, maka lebih gokil lagi ketika ide itu langsung diwujudkan. Itu pengalaman menonton film yang menarik banget.

Berikutnya, bagian menarik lain dari film ini adalah romansanya. (Spoiler alert) sejak awal, Hana bilang bahwa film romansa yang pemerannya seusia mereka—menuju 40 tahun—pasti membosankan dan tidak menarik. Cinta-cintaan yang mesra dan manis hanya milik mereka yang masih muda. Namun, Bagus percaya sebaliknya, bahwa orang seusia mereka masih mungkin untuk merasakan jatuh cinta yang manis dan lucu, seperti di film-film.

Tebak, aku jadi teringat film apa? (500) Days of Summer (2009)! Keduanya memiliki tokoh utama laki-laki dan perempuan yang mempunyai pandangan berbeda tentang cinta. (Spoiler alert) konflik tersebut mungkin terdengar simple, tapi faktanya konflik seperti itulah yang banyak terjadi di antara pasangan. Aku setuju dengan Hana bahwa romansanya orang dewasa sudah bukan lagi yang manis dan gombal; romansanya orang dewasa itu ya komunikasi, mengobrol. Maka dari itu, masalah romansa dalam film ini ya seputar itu saja, masalah komunikasi. Itu tidak membosankan loh, tapi realistis dan relatable. Lagipun, seperti kata Bagus dalam film ini, ketika orang berkencan pun mostly mereka mengobrol kok, bukan joget-joget seperti di film La La Land (2016).

Sedikit membicarakan tokoh-tokohnya ya. Aku suka dengan karakternya Hana. Penampilan Nirina Zubir sebagai Hana yang sedang berduka itu bagus banget. Aku suka sekali dengan salah satu dialognya, bahwa yang paling sedih dari berduka adalah hidup harus berjalan padahal saat itu kita sedang tidak ingin berjalan.

Kemudian, omong-omong soal Hana, aku suka banget dengan adegan pemakaman suaminya Hana—sangat menyesakkan. (Spoiler alert) yang lebih menyesakkan adalah pada saat adegan itu, disisipkan dialog antara Bagus dengan Pak Yoram (Alex Abbad) yang sedang membicarakan skrip film. Mereka bilang bahwa sebaiknya adegan sedih-sedih begitu diperpanjang karena penonton suka yang seperti itu. Aku sampai speechless, karena bisa-bisanya di momen yang begitu sedih, malah disisipkan dialog yang berbau bisnis. Seolah-olah, kesedihan Hana adalah ladang untung bagi Bagus dan Pak Yoram. Aku jadi kepikiran bagaimana perasaan keluarga dari orang-orang yang kisahnya diangkat menjadi film, apalagi jika filmnya tidak akurat dengan fakta.

Terakhir, tentu saja adalah soundtrack-nya. Lagu Bercinta Lewat Kata oleh Donne Maula dan Sudut Memori oleh Yura Yunita itu adalah soundtrack yang tepat sekali untuk film ini. Sudah enak didengar, cocok pula dengan filmnya—sempurna. Film ini tampaknya memang didesain sedemikian rupa agar bisa jadi sebagus ini, sampai pemilihan soundtrack pun diperhatikan sedemikian rupa.

             

Kelemahan

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film itu kan sebenarnya film romcom yang sederhana ya, tetapi teknik penceritaannya yang rumit. Maka, kelemahan utama film ini adalah mungkin sulit dimengerti beberapa penonton. Film ini banyak menyindir dunia perfilman Indonesia, maka beberapa orang yang tidak sesuka itu menonton film akan tidak paham dengan lelucon satirnya. Penonton Indonesia pun sulit menikmati film yang “berat”; maka walau ceritanya ringan, tapi karena teknik narasinya tidak biasa, banyak orang yang mungkin malah tidak suka dengan film ini. Jadi, walaupun ini film komersil, sepertinya tidak semua orang bisa menikmati film ini sepenuhnya.

 

Kesimpulan

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film merupakan film romcom Indonesia yang begitu kreatif. Baik dari segi cerita maupun teknis, film ini terasa seperti penyegaran dalam dunia perfilman Indonesia. Aku suka dengan konfliknya yang tidak cheesy dan menekankan pada komunikasi yang sehat. Well, memang itulah kunci hubungan yang baik. Tidak hanya itu, segala hal teknis dalam film ini diperhitungkan dengan baik, entah itu warna hitam putihnya, soundtrack-nya, shot-nya, maupun penokohannya. Sisipan lelucon satirnya terhadap dunia perfilman Indonesia pun kurasa tepat sekali—menjadikan film ini lebih asyik.

Meskipun begitu, harus diakui bahwa sepertinya film ini bukan film yang bisa dinikmati semua orang. Namun tetap saja, dari awal hingga akhir, film ini bisa memberikan pengalaman menonton yang berbeda. Jika aku harus menggambarkan Jatuh Cinta Seperti di Film-Film dengan dua kata, aku pilih kreatif dan menyenangkan. Salut untuk film ini dan kuberikan skor 9,3/10. Oh iya, walaupun kubilang ini mungkin bukan film yang bisa dinikmati semua orang, kalian sebaiknya tetap mencoba menontonnya karena mungkin kalian termasuk orang yang dapat menikmatinya. Omong-omong, kita tunggu saja ya kapan Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Horor tayang, hahaha.

Kalian dapat menonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film di Netflix. Silakan menyaksikan trailer-nya di bawah ini ya.

***

Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post! 

Komentar