Identitas Film
Judul :
The Devil All the Time
Sutradara :
Antonio Campos
Tanggal rilis :
16 September 2020
Rumah produksi :
Nine Stories Productions dan Bronx Moving Company
Penulis naskah :
Antonio Campos dan Paulo Campos
Durasi tayang :
138 menit
Pemeran :
Tom Holland, Bill Skarsgard, Riley Keough, Jason Clarke, Sebasian Stan, dkk
Sinopsis
The Devil All the Time merupakan
adaptasi dari novel dengan judul serupa karya Donald Ray Pollock yang mengambil
latar waktu tahun 1950-an di dua kota kecil bernama Knockemstiff, Ohio dan Coal
River, West Virginia di Amerika Serikat. Cerita diawali oleh seorang veteran
Perang Dunia II, yakni Willard Russel (Bill Skarsgard) yang pulang ke rumahnya
dan menikahi seorang pelayan restoran bernama Charlotte (Haley Bennett). Mereka
tinggal di Knockemstiff dan memiliki seorang anak bernama Arvin Russel (Tom
Holland).
Arvin tumbuh dengan didikan agama yang cukup kuat oleh
ayahnya. Mereka memiliki “gereja” kecil mereka sendiri di tengah hutan yang
tidak jauh dari kediaman mereka. Namun selain diajari ketaatan pada Tuhan,
Arvin juga dididik ayahnya agar menggunakan kekerasan untuk melawan kekerasan.
Akan tetapi, hidup keluarga Arvin tidak terus bahagia. Sejak
kedua orang tuanya meninggal, dia pindah tinggal bersama neneknya di Coal
River. Setelah dewasa, Arvin tumbuh dengan karakteristik kekerasan (violence)
dan terlibat dalam lingkaran setan kejahatan di kota tersebut.
Kelebihan
Meskipun film ini terasa padat (akan aku jelaskan
nanti) dan aku butuh waktu untuk memprosesnya, ada beberapa kelebihan
film ini. Pertama, para pemain film ini adalah para bintang papan atas
perfilman Amerika. Film ini dibintangi oleh Tom Holland, Bill Skarsgard, dan
Robert Pattinson – kapan lagi melihat Spiderman, Pennywise, dan Edward Cullen
dalam satu film? Tentu saja, dengan memakai bintang-bintang hebat seperti itu,
kualitas akting mereka tidak diragukan lagi.
Bahkan, aku salut sekali dengan Tom Holland yang luar biasa.
Lupakan image Peter Parker (Spiderman) karena kamu akan melihat Tom
Holland sebagai karakter yang jauh berbeda. Melalui perannya sebagai Arvin
Russel, Tom Holland telah membuktikan kemampuan aktingnya yang hebat sekali.
Kedua, suasana thriller di film ini dibuat dengan
baik. Sound effect atau efek suara di film ini sangat sedikit sehingga
suasana setiap adegannya semakin natural. Ketiadaan efek suara itu membuat
banyak adegan dalam film ini menjadi disturbing. Ada sensasi yang
membuat aku tidak nyaman akibat suasanya terasa nyata dan mencekam dengancara
yang tidak nyaman.
Selain itu, perilaku tokoh-tokohnya pun menambah suasana
mencekam film ini. Bagi orang seperti aku, yang lebih takut pada manusia dari
pada setan, melihat kegilaan (madness) manusia memberikan rasa ngeri
tersendiri. Tokoh-tokoh dalam The Devil All the Time memiliki
kegilaannya masing-masing. Misalnya, Willard yang sangat taat pada Tuhan dan rajin
berdoa memiliki trauma pasca perang serta kecintaan berlebihan pada istrinya
hingga dia rela mengorbankan anjing peliharaan anaknya. Film ini menyiratkan
bahwa sereligius apapun manusia, dia tetap manusia yang rapuh dan dapat
bertindak bodoh.
Ketiga, tema yang diangkat dalam cerita ini. Jujur saja, aku
tidak begitu paham apa tema ceritanya. The Devil All the Time memiliki
beberapa tokoh yang berperan penting dalam keseluruhan alur dan semua tokoh
tersebut dipersatukan oleh dua hal: agama dan kejahatan. Aku rasa dua hal
itulah yang menjadi tema cerita.
Agama dan kejahatan adalah dua hal yang kontras sekali,
tetapi uniknya hal tersebut hadir dalam diri manusia. Bahkan, manusia paling
religius pun tidak luput dari perbuatan jahat, entah apapun alasan yang
membuatnya demikian. Misalnya, Pendeta Roy Laferty (Harry Melling) yang tega
membunuh istrinya karena kebutaannya pada apa yang dia Imani. Ya, seorang
pendeta pun dapat membunuh walaupun itu karena khilaf.
Film ini bukan bermaksud menyudutkan orang-orang beragama,
tetapi ingin memperlihatkan bahwa manusia yang religius sekalipun mampu berbuat
dosa. Untuk memperlihatkannya, The Devil All the Time tidak
mempertontonkan teroris yang membunuh atas nama agama. Namun, film ini justru
memperlihatkan orang-orang di sekitar kita, seperti pendeta geraja, yang kita
pikir baik dan tidak mungkin berbuat dosa, tetapi rupanya tidak demikian. Film
satu ini memperlihatkan bahwa di tangan orang, agama bisa dimanipulasi demi
memenuhi nafsu. In a disturbing way, film ini mengingatkan kita bahwa
siapa pun, termasuk keluarga kita dan pemuka agama sekalipun, dapat melakukan
tindakan di luar kemanusiaan.
Kelemahan
Seperti yang aku katakana sebelumnya, kelemahan film ini
adalah terlalu padat. Alur ceritanya sangat kompleks. Penonton harus
benar-benar memperhatikan agar dapat memahami jalan cerita. Bahkan, aku yang
menonton dengan fokus pun tetap kebingungan setelah film berakhir, seperti ada
yang terlewat. Menurutku, seharusnya The Devil All the Time ini dibuat
jadi series 5 sampai 8 episode saja ketimbang film.
Alur cerita yang terlalu padat inilah yang membuat tema
cerita sulit dipahami. Dengan terlalu banyak karakter yang memiliki kisahnya
masing-masing, ada terlalu banyak permasalahan dalam film ini. Banyaknya
permasalahan itu dan alur cerita yang maju-mundur membuat benang merah yang
menghubungkan setiap tokoh sulit dilihat, paling tidak itu menurut ku.
Kemudian, karena cerita ini disajikan dalam format film,
rasanya alur cerita sedikit terburu-buru pada beberapa hal. Hal yang aku maksud
adalah pengenalan tokoh-tokohnya. Untuk tokoh Willard Russel, Arvin Russel, dan
Lenora Laferty (Eliza Scanlen), mereka sudah diperkenalkan dengan cukup baik
dalam film ini. Akan tetapi, tokoh penting lainnya seperti Pendeta Preston
Teagardin (Robert Pattinson) dan Sherif Lee Bodecker (Sebastian Stan)
digambarkan dengan terlalu singkat. Padahal, tokoh-tokoh lainnya, seperti kedua
tokoh tersebut, juga memiliki latar belakang sendiri dan kegilaannya sendiri.
Namun demi durasi tayang, kisah mereka diringkas yang sayangnya menjadi terasa
nanggung.
Kesimpulan
The Devil All the Time adalah film Tom Holland
yang cukup menarik. Sang aktor berhasil membuktikan kemampuannya di dunia seni
peran melalui perannya sebagai Arvin Russel. Namun, alur ceritanya terasa
terlalu padat sehingga membuat ceritanya membingungkan. Alurnya terlalu rumit
dan tokohnya terlalu banyak untuk durasi tayang dua jam. Walaupun begitu, film
ini memperlihatkan bahwa manusia itu penuh paradoks – orang paling baik dan
beriman pun tetap bisa melakukan kejahatan. Dengan caranya, film ini
memperlihatkan bahwa seperti apapun cara pandang setiap orang terhadap agama,
entah percaya buta atau skeptis, tidak akan membuatnya terlepas dari perbuatan
dosa. Skor untuk The Devil All the Time adalah 8/10.
Kalau kalian belum lihat trailer filmnya, silakan cek di bawah ini!
***
Thank you for reading this long. I wish this writing gives you knowledge and insights. If you like this writing, please share it to your friends through your Facebook, Twitter, or any other social media by copying the link in the share button. Please fill the comment below, so I could know what do you think about this topic or you can give me some comments and criticisms. Once again, thank you for reading my blog. See you in the next post!
Komentar
Posting Komentar